19 May 2022

Kementerian Perindustrian melalui Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Industri (BPSDMI) terus berupaya untuk meningkatkan kualitas dan mutu sistem vokasi pada unit pendidikan di bawah naungan Kemenperin guna mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

Untuk dapat melakukan hal tersebut, BPSDMI Kemenperin menyelenggarakan Diskusi Panel Tingkat Tinggi (High Level Meeting) yang bertajuk “Dialog Kebijakan Sistem TVET Berorientasi pada Kebutuhan Industri di Indonesia” berkolaborasi dengan Pemerintah Swiss melalui proyek Skills for Competetitiveness (S4C) dan Pemerintah Jerman melalui Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit GmbH (GIZ) pada Selasa, 17 Mei 2022 secara hybrid.

Acara ini turut dihadiri oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Keuangan, Kadin Indonesia, serta seluruh unit pendidikan Kemenperin.

Kepala BPSDMI Arus Gunawan menyatakan bahwa kegiatan ini merupakan tindaklanjut dari hasil diskusi yang telah dilakukan sebelumnya, yaitu pada acara FGD Motivation Survey Program Vokasi di Indonesia bulan Maret lalu.

“Kolaborasi antara S4C Swiss, TVET System Reform (TSR) GIZ Jerman, BPSDMI, dan Kadin Indonesia dalam melakukan studi melalui survey motivasi dan dilanjutkan dengan penyelenggaraan FGD di perusahaan berjalan dengan baik dan harus ditindaklanjuti bersama seluruh stakeholder terkait,” jelas Arus.

Menurutnya, banyak issue vokasi yang menarik untuk dibahas dan menjadi tantangan dalam kegiatan diskusi, di antaranya mengenai implementasi Super Tax Deduction, pedoman dan standar penyelenggaraan Praktik Kerja Lapangan (PKL) atau magang, aspek produktivitas selama magang, dan lain-lain.

Managing Director Pusat Koordinasi Swiss untuk Penelitian Pendidikan Stefan Wolter mengatakan dalam paparannya bahwa berdasarkan hasil asesmen dari survey motivation yang telah dilakukan sebelumnya, kebijakan pengurangan pajak akan menjadi tidak efektif jika perusahaan tidak melihat manfaat dari pelatihan magang.

“Ada beberapa hal yang dibutuhkan agar kegiatan magang dapat digunakan untuk meningkatkan daya saing perusahaan, yaitu dengan menyesuaikan kegiatan magang dengan kebutuhan industri, meningkatkan kesadaran perusahaan akan manfaat jangka pendek saat melakukan kegiatan pemagangan, meningkatkan kerja sama antara perusahaan dengan mitra luar, serta meningkatkan efektivitas investasi pemerintah dalam pendidikan di sekolah,” ungkap Stefan.

Kegiatan diskusi ini dinilai penting untuk menentukan langkah selanjutnya dalam membuat kebijakan terkait 9 permasalahan industri, yang salah satunya adalah terkait dengan SDM industri.

“Dalam hal penyediaan SDM untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja industri yang kompeten perlu diantisipasi dengan pengembangan pendidikan vokasi yang berorientasi pada kebutuhan pasar kerja,” pungkas Arus.

Berdasarkan data Kemenperin, kebutuhan SDM industri saat ini telah mencapai rata-rata 682.000 orang per tahun, sedangkan jumlah tenaga kerja sektor industri pada Agustus 2021 adalah sebanyak 18,64 juta orang, dengan 3 sektor industri yang menyerap lapangan pekerjaan terbesar adalah industri makanan & minuman, industri pakaian jadi, serta industri kayu dan barang dari kayu.

Guna memenuhi kebutuhan SDM industri tersebut, Kemenperin juga terus mendorong program pendidikan vokasi industri dalam rangka membangun Link and Match antara SMK dengan industri serta menyelenggarakan pendidikan dual system pada unit pendidikan di lingkungan Kemenperin yang didukung oleh Pemerintah Swiss dan Jerman.

“Pemerintah bertekad untuk terus meningkatkan daya saing industri manufaktur nasional agar lebih produktif dan kompetitif di pasar domestik maupun internasional” tegasnya.

Terdapat beberapa kesimpulan yang dapat ditarik dari diskusi ini, di antaranya adalah perlunya keterlibatan industri dalam pendidikan di institusi pendidikan vokasi sejak awal, adanya fasilitasi ekosistem industri untuk membangun SDM bersama, penempatan Pelatih Tempat Kerja di setiap industri, industri besar wajib melakukan internship, serta peningkatan demand terhadap pengembangan keterampilan sejak awal dengan adanya reward & punishment.

Melalui kegiatan ini, masukan-masukan konkrit dan konstruktif yang telah disampaikan selanjutnya akan menjadi bagian dari dasar penyusunan strategi nasional pendidikan dan pelatihan vokasi di Indonesia.